Pendekatan
dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu
Pengajaran bahasa secara terprogram bagi anak tunarungu
harus dimulai sedini mungkin bila kita mengharapkan tingkat keberhasilan yang
optimal. Terdapat dua pendekatan dalam pengajaran bahasa kepada anak tunarungu
secara dini, yaitu pendekatan auditori-verbal dan auditori-oral.
1.
Pendekatan
Auditori Verbal
Pendekatan auditori-verbal bertujuan agar anak tunarungu
tumbuh dalam lingkungan hidup dan belajar yang memungkinkanya menjadi warga
yang mandiri, partisipatif dan kontributif dalam masyarakat inklusif. Falsafah
auditori-verbal mendukung hak azazi manusia yang mendasar bahwa anak penyandang
semua tingkat ketunarunguan berhak atas kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan untuk mendengarkan dan menggunakan komunikasi verbal di dalam
lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pendekatan auditori verbal didasarkan
atas prinsip mendasar bahwa penggunaan amplifikasi memungkinkan anak belajar
mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara. Opsi auditori verbal
merupakan strategi intervensi dini, bukan prinsip-prinsip yang harus dijalankan
dalam pengajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mengajarkan prinsip-prinsip
auditori verbal kepada orang tua yang mempunyai bayi tunarungu (Goldberg,
1997).
Prinsip-prinsip praktek auditori verbal itu adalah sebagai
berikut:
a.
Berusaha
sedini mungkin mengidentifikasi ketunarunguan pada anak, idealnya di klinik
perawatan bayi.
- Memberikan perlakuan medis terbaik dan teknologi amplifikasi bunyi kepada anak tunarungu sedini mungkin.
- Membantu anak memahami makna setiap bunyi yang didengarnya, dan mengajari orang tuanya cara membuat agar setiap bunyi bermakna bagi anaknya sepanjang hari.
- Membantu anak belajar merespon dan menggunakan bunyi sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang berpendengaran normal.
- Menggunakan orang tua anak sebagai model utama untuk belajar ujaran dan komunikasi lisan.
- Berusaha membantu anak mengembangkan sistem auditori dalam (inner auditory system) sehingga dia menyadari suaranya sendiri dan akan berusaha mencocokkan apa yang diucapkannnya dengan apa yang didengarnya.
- Memahami bagaimana anak yang berpendengaran normal mengembangkan kesadaran bunyi, pendengaran, bahasa, dan pemahaman, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membantu anak tunarungu mempelajari keterampilan baru.
- Mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak dalam semua bidang.
- Mengubah program latihan bagi anak bila muncul kebutuhan baru.
- Membantu anak tunarungu berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan maupun sosial bersama-sama dengan anak-anak yang berpendengaran normal dengan memberikan dukungan kepadanya di kelas reguler.
Hasil
penelitian terhadap sejumlah tamatan program auditori verbal di Amerika Serikat
dan Kanada (Goldberg & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997) menunjukkan
bahwa mayoritas responden terintegrasi ke dalam lingkungan belajar dan
lingkungan hidup “reguler”. Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah biasa
di dalam lingkungannya, masuk ke lembaga pendidikan pasca sekolah menengah yang
tidak dirancang khusus bagi tunarungu, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Di samping itu, keterampilan membacanya setara atau lebih baik
daripada anak-anak berpendengaran normal (Robertson & Flexer, 1993, dalam
Goldberg, 1997).
2.
Pendekatan
Auditori Oral
Pendekatan auditori oral didasarkan atas premis mendasar
bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara reseptif maupun
ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi anak tunarungu. Kemampuan ini
akan berkembang dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan
dipergunakan secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah
dan sekolah (Stone, 1997).
Elemen-elemen pendekatan auditori oral yang sangat penting
untuk menjamin keberhasilannya mencakup:
a.
Keterlibatan
orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran yang efektif menuntut peran aktif
orang tua dalam pendidikan bagi anaknya.
- Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
- Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
- Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant merupakan opsi yang memungkinkan.
Mengajari
anak mengunakan sisa pendengaran yang masih dimilikinya untuk mengembangkan
perolehan bahasa lisan merupakan hal yang mendasar bagi pendekatan auditori
oral. Meskipun dimulai sebelum anak masuk sekolah, intervensi oral berlanjut di
kelas. Anak diajari keterampilan mendengarkan yang terdiri dari empat
tingkatan, yaitu deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan pemahaman bunyi.
Karena tujuan pengembangan keterampilan mendengarkan itu adalah untuk
mengembangkan kompetensi bahasa lisan, maka bunyi ujaran (speech sounds)
merupakan stimulus utama yang dipergunakan dalam kegiatan latihan mendengarkan
itu. Pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu
tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara
terpisah-pisah) dan tahapan fonologik (mengembangkan keterampilan memahami
kata-kata, frase, dan kalimat). Pengajaran bahasa dilaksanakan secara
naturalistik dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada diri anak, tidak dalam
setting didaktik. Pada masa prasekolah, pengajaran bagi anak dan pengasuhnya
dilakukan secara individual, tetapi pada masa sekolah pengajaran dilaksanakan
dalam setting kelas inklusif atau dalam kelas khusus bagi tunarungu di sekolah
reguler. Setting pengajaran ini tergantung pada keterampilan sosial, komunikasi
dan belajar anak.
Keuntungan
utama pendekatan auditori-oral ini adalah bahwa anak mampu berkomunikasi secara
langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat memberi
anak berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Geers
dan Moog (1989 dalam Stone, 1997) melaporkan bahwa 88% dari 100 siswa tunarungu
usia 16 dan 17 tahun yang ditelitinya memiliki kecakapan berbahasa lisan dan
memiliki tingkat keterpahaman ujaran yang tinggi. Kemampuan rata-rata
membacanya adalah pada tingkatan usia 13 hingga 14 tahun, yang hampir dua kali
lipat rata-rata kemampuan baca seluruh populasi anak tunarungu di Amerika
Serikat.
Pusat Terapi dan Tumbuh Kembang Anak (PTTKA) Rumah Sahabat Yogyakarta melayani deteksi dini anak berkebutuhan khusus dengan psikolog, terapi wicara, sensori integrasi, behavior terapi, Renang& musik untuk anak berkebutuhan khusus, terapi terpadu untuk autism, ADD, ADHD, Fisioterapi, home visit terapi & program pendampingan ke sekolah umum dan pelatihan terapi bagi orang tua anak berkebutuhan khusus. informasi lebih lanjut hubungi 0274 8267882
BalasHapus